Trauma, ya?
Aku yg buat trauma baru buat kamu ya?
Mungkin kamu benar.
Atau mungkin...
kita berdua sama-sama membawa luka,
dan akhirnya saling melukai tanpa sadar.
Aku juga punya trauma.
Tapi aku memilih diam.
Bukan karena tak merasa,
tapi karena… laki-laki sering kali tak diberi ruang untuk terlihat rapuh.
Kami belajar menahan,
bukan menceritakan.
Tapi kali ini, izinkan aku bicara.
Tentang lukaku.
Tentang hal-hal yang mungkin tak pernah kamu lihat dari mataku.
Dulu, aku memilihmu.
Dengan segala risikonya.
Aku tahu bisa saja pergi,
tapi aku bertahan.
Aku memilih kamu
di saat kamu sedang tersesat, kehilangan arah,
bahkan kehilangan harapan.
Dan aku menyesal memilihmu.
Aku hanya tak pernah menyangka,
bahwa cinta yang kuberikan sepenuh itu...
akan berakhir seperti ini.
Aku merawatmu.
Menjagamu.
Mendampingi kamu melewati malam-malam penuh gelisah.
Aku yang mencoba kuat saat kamu lemah.
Aku yang jadi pegangan saat kamu hampir jatuh.
Aku yang percaya, bahwa kita bisa melewati semuanya.
Bukan untuk diingat sebagai pengorbanan,
tapi itulah bagian dari cinta yang aku pahami.
Menerima, tanpa menuntut balas.
Tapi aku juga manusia.
Aku punya kebutuhan untuk dimengerti.
Didengar.
Dihargai.
Pernahkah kamu mencoba memahami diamku?
Pernahkah kamu tahu bahwa aku juga butuh dirayu,
saat sedang lelah dan marah?
Bahwa aku juga punya ego,
yang tidak selalu bisa aku kubur sendiri.
Aku bertahan terlalu lama,
dan mungkin itu kesalahanku.
Aku terlalu ingin kamu sembuh,
sampai lupa menyembuhkan diriku sendiri.
Dan ketika aku mulai kelelahan,
kamu malah menjauh.
Lalu datang satu kalimat yang tak akan pernah bisa aku lupakan:
"Sudah ada laki-laki lain yang mengetuk hatiku."
Sesederhana itu kamu membuka hati yang baru,
di saat aku masih sibuk memperbaiki serpihan hubungan kita.
Sakit.
Tapi aku tidak marah.
Aku hanya kecewa.
Karena selama ini, aku pikir kita sedang memperjuangkan hal yang sama.
Mungkin aku memang terlalu percaya.
Terlalu yakin.
Terlalu cinta.
Dan sekarang, yang tertinggal hanyalah trauma.
Trauma bahwa mencintai seseorang dengan sepenuh hati,
bisa membuatmu kehilangan arah.
Lalu aku bertanya pada diriku sendiri:
Bagaimana jika nanti aku bertemu perempuan lain,
yang juga datang dengan luka seperti kamu?
Haruskah aku mencoba lagi?
Haruskah aku mengulang semuanya...
dengan kemungkinan akhir yang sama?
Aku tidak tahu jawabannya.
Yang kutahu,
aku sedang belajar memaafkan diriku sendiri.
Ini traumaku.
Dan aku sedang berusaha sembuh,
perlahan, dengan cara yang lebih tenang dari sebelumnya.
0 komentar:
Posting Komentar