Kurang dari selusin tanaman berbunga dari 300.000 spesies terhitung merupakan 80 persen dari asupan kalori manusia. Dengan fakta demikian, maka diperlukan pemanfaatan tanaman yang tak terpakai untuk membantu menambah ketersediaan pangan dunia dalam waktu dekat, klaim ahli genetika tanaman Universitas Cornell, Susan McCouch, dalam jurnalNature edisi 4 Juli.
Untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk serta kian meningkatnya pendapatan di seluruh dunia, para peneliti memperkirakan bahwa ketersediaan pangan dunia harus mencapai dua kali lipat dalam 25 tahun ke depan. Keanekaragaman hayati yang tersimpan dalam bank gen tanaman, ditambah dengan kemajuan dalam bidang genetika dan budi daya tanaman, dapat menjadi solusi untuk memenuhi tuntutan pangan yang lebih banyak dalam menghadapi perubahan iklim, degradasi tanah dan air serta keterbatasan lahan.
“Bank gen menyimpan ratusan ribu bahan kultur jaringan dan benih yang dikumpulkan dari ladang petani, dan dari populasi liar, tersedia bahan baku yang dibutuhkan dalam budi daya tanaman untuk menciptakan tanaman pangan di masa depan,” ungkap McCouch.
Misalnya, setelah memindai lebih dari 6.000 varietas dari bank benih, tanaman budi daya diidentifikasi dan disilangkan dengan spesies padi liar, Oryza nivara; hasilnya adalah varietas yang tahan terhadap penyakit virus kerdil rumput yang menyerang pada hampir semua varietas padi tropis di kawasan Asia dalam kurun 36 tahun terakhir. Demikian pula, di tahun 1997, manfaat penggunaan kerabat liar tanaman sebagai sumber ketahanan lingkungan serta ketahanan terhadap hama dan penyakit dapat menghasilkan keuntungan tahunan hingga sekitar 115 milyar dolar bagi perekonomian dunia.
Meski berbagai benih dapat dengan mudah diakses dalam 1.700 bank gen di seluruh dunia, “potensinya tidak dimanfaatkan secara penuh dalam pembudidayaan tanaman,” kata McCouch.
Saat ini, sulit bagi para petani untuk memanfaatkan kekayaan materi genetik dalam bank benih akibat kurangnya informasi tentang gen beserta sifat-sifat pada sebagian besar tanaman. Karena dibutuhkan waktu dan upaya untuk mengidentifikasi dan kemudian menggunakan sumber daya genetik liar dan tak teradaptasi, “para petani harus punya gagasan yang bagus tentang manfaat genetik dari sumber daya yang tidak dikarakterisasikan sebelum mencoba menggunakannya dalam program budi daya,” tambah McCouch.
Dalam makalah studi ini, McCouch beserta rekan-rekannya menguraikan rencana tiga-poin untuk mengatasi kendala-kendala tersebut:
- Sebuah upaya pengurutan genetik secara besar-besaran pada bank-benih yang ada untuk mendokumentasikan apa saja yang ada di dalam berbagai koleksi, bertujuan untuk secara strategis menargetkan percobaan dalam mengevaluasi ciri-ciri apa saja yang dimiliki suatu tanaman dan mulai memprediksi kinerja tanaman tersebut.
- Sebuah inisiatif pengevaluasian ciri tanaman secara meluas, tidak hanya pada bank-gen, tapi juga pada keturunan yang dihasilkan dari persilangan materi liar dan eksotis dengan varietas teradaptasi yang ditargetkan untuk penggunaan lokal.
- Sebuah infrastruktur informatika yang bisa diakses secara internasional untuk mengkoordinasikan data yang baru dikelola secara mandiri oleh para kurator bank-gen, agronom dan petani.
Menurut McCouch, perkiraan biaya untuk upaya global yang sistematis dan kolaboratif dalam membantu mencirikan sumber daya genetik yang diperlukan untuk ketersediaan pangan di masa depan ini, adalah sekitar 200 juta dolar per tahun.
“Tampaknya nilai yang tak seberapa, mengingat sebagai masyarakat kita menghabiskan sekitar 1 miliar dolar per tahun untuk menjalankan program Large Hadron Collider CERN di Jenewa, Swiss, dan 180 juta dolar untuk sebuah pesawat jet tempur,” kata McCouch.
0 komentar:
Posting Komentar